Waktu-Nya

Jika aku tiada nanti,
tertidur dari duniawi dan terbangun dikamar kecil yang berbantalkan gundukan tanah,
akankah kalian mengingat ku lagi? 
yang dulu pernah tertawa lepas bersama, tanpa memikirkan persoalan mati.

Daun yang bertuliskan namaku di lauh mahfuzh telah gugur,
sang malaikat akan mengambilnya dan mulai mengikuti perjalananku di sepanjang harinya.
Tak sadar aku akan hal itu, sungguh.
Tak sedetikpun ia pergi. tapi,
aku masih tertawa lepas seakan hidup seribu tahun lagi (Lagi-lagi tanpa memikirkan persoalan mati)

Sampai tiba saatnya jasadku terbujur kaku, 
di kelilingi sanak saudara dengan isak tangis di dalamnya.
ku raih jasadku tapi tak sampai, 
ku tanya mereka "mengapa aku tertidur lalu kalian menangis?" tak kudapati jawaban yang pasti.

Aku diam memandangi jasadku yang ternyata telah mati.
mati tanpa isyarat terlebih dulu,
mati tanpa membawa amal yang seharusnya sudah ku persiapkan sejak dulu,
dan mati dengan semua penyesalan atas perbuatanku selama hidup di dunia.

Setelah ini apa yang terjadi?
Aku akan di adili atas perbuatanku sendiri,
tak ada seorangpun yang bisa kumintai bantuan kecuali amalku.

Dimana mereka? 
Dimana sahabat yang dulu pernah tertawa bersama? 
mereka masih di tempat yang sama dengan tawa yang sama. 
Kepergianku tak mengubah tawa mereka,
hanya hari itu. 
Saat aku dimandikan, dikafani , disholatkan, dan dikuburkan, 
setelah itu semuanya kembali baik-baik saja.

Menyesal sudah tak mungkin, tobat tak lagi di anggap, dan maaf pun tak bakal di dengar, aku benar-benar harus sendiri. Sendiri untuk di adili.....



Comments

Popular Posts